Dalam berbagai kasus, dari pemerintah atau perusahaan sering memakai istilah usaha kecil dan menengah (UKM) dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) tanpa memberikan penjelasan mengenai perbedaan utamanya. Hingga akhirnya perbedaan UKM dan UMKM diperdebatkan di kalangan masyarakat. Beberapa orang percaya bahwa UKM dan UMKM memiliki arti yang sama, sementara yang lain percaya bahwa kedua istilah tersebut mempunyai arti yang berbeda.
Usaha kecil dan menengah (UKM), juga dikenal sebagai usaha kecil dan menengah (UKM), adalah suatu cabang usaha yang banyak dilakukan oleh masyarakat terutama dilakukan di Indonesia. Meskipun terlihat mirip, ada beberapa hal yang menjadikan UKM dan UMKM sebagai sesuatu hal yang berbeda. Secara terminologi, UKM berfokus pada usaha kecil sedangkan UKM lebih fokus pada usaha kecil yang berukuran mikro, tetapi pada akhirnya UMKM lebih umum digunakan karena definisinya lebih luas dan mencakup ketiga jenis usaha tersebut. Berikut merupakan perbedaan antara UKM dan UMKM;
1. Modal usaha
Perbedaan yang paling terlihat dari UKM dan UMKM adalah dana awal yang dibutuhkan untuk memulai usaha. Modal pertama yang dibutuhkan untuk memulai usaha kecil tidak banyak saat dibandingkan dengan dana awal yang dibutuhkan untuk memulai usaha kecil (UKM), yaitu hanya sekitar 50 juta rupiah. Sementara itu, modal awal yang dibutuhkan UMKM untuk menjalankan sebuah usaha adalah sebanyak Rp 300 juta atau dapat memperoleh dukungan pemerintah untuk membiayai penanaman modalnya. Namun, meskipun Anda menghabiskan banyak uang saat memulai bisnis, ada kemungkinan jumlah pendapatan akan melebihi titik impas atau bahkan mungkin terjadi break even point. Alasan mengapa modal awal UMKM cukup besar adalah karena mengakui UKM sebagai pelaku ekonomi yang berperan penting dalam kegiatan ekonomi produktif dianggap memberikan kontribusi yang lebih penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini berbeda dengan kasus usaha kecil (UKM), yang dianggap usaha kecil individu dengan margin yang relatif kecil.
2. Lembaga yang membina dan memberdayakan usaha
Selanjutnya perbedaan antara UKM dan UMKM adalah dalam hal pengembangan dan pemberdayaan usaha. Usaha kecil mengacu pada usaha kecil dan menengah (UKM), dan istilah usaha kecil sering digunakan untuk merujuk pada usaha kecil. Di sisi lain, definisi UMKM adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) dengan fokus yang lebih besar pada sektor usaha kecil. Tiga divisi Usaha Mikro dan Kecil dikelola dan didukung oleh berbagai pihak. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintah Daerah tahun 2014, usaha kecil didirikan di kelurahan dan kota, usaha kecil lokal area provinsi, dan usaha kecil dan menengah di seluruh tanah air.
3. Jumlah total karyawan
Jumlah total karyawan yang dimiliki bisnis tersebut juga menjadi salah satu perbedaan antara UKM dan UMKM. berdasarkan data yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), ketiga divisi tersebut memiliki jumlah pegawai atau pekerja yang bervariasi. BPS menjelaskan, jenis usaha mikro mempekerjakan minimal 1-5 orang. Sedangkan, usaha kecil (UKM) mempekerjakan 6 hingga 19 orang. Hal ini berbeda dengan UMKM dengan total 20 hingga 99 karyawan.
4. Keuntungan atau Omset
Total keuntungan atau omset yang didapatkan oleh suatu bidang usaha menjadi salah satu perbedaan dari UKM dan UMKM. Menurut UU No. 20 tentang Usaha Kecil dan Menengah tahun 2008, omset tahunan usaha kecil kurang dari Rp300 juta. Sedangkan omzet usaha kecil per tahun berkisar antara Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar. Hal ini berbeda dengan usaha kecil dan menengah dengan omset tahunan dari Rp2,5 miliar hingga Rp50 miliar.
5. Keuntungan bersih
Jika kita mengkaji Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tantang UMK, jenis usaha yang termasuk kedalam golongan usaha mikro dapat memiliki total keuntungan bersih hingga Rp50 juta dan bangunan serta tempat usaha tidak termasuk. Sedangkan, jenis usaha kecil dapat memiliki keuntungan bersih dari rentang Rp50 juta sampai Rp500 juta. Pada jenis usaha menengah keuntungan bersih yang didapat bisa mencapai Rp10 miliar. Berdasarkan keuntungan yang bervariasi pada setiap jenis unit usaha, maka keuntungan bersih dapat dijadikan parameter untuk menentukan apakah unit usaha tersebut masuk ke dalam UKM atau UMKM.
6. Pajak usaha
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, pajak penghasilan final sebesar 0,5% dikenakan kepada wajib pajak (WP) dengan penjualan kotor sebesar Rp 4,8 miliar atau kurang. Ini berarti bahwa bisnis dengan bruto tertentu tidak diwajibkan untuk memungut dan membayar pajak pertambahan nilai (PPN) atas semua transaksi, tetapi dikenakan pajak penghasilan final sebesar 0,5%. Kemungkinan membayar 0,5% dari PPh dapat terjadi baik pada UKM maupun UMKM. Namun, jika total omset usaha kecil sudah melebihi Rs 4,8 miliar, pengusaha tidak dapat lagi mengumpulkan 0,5% dari PPH.